BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejak
era globalisasi, krisis keuangan menjadi lebih sering terjadi daripada
sebelumnya.
Salah
satu alasan utamanya adalah kemajuan dalam teknologi informasi, yang sampai
batastertentu memperbesar gelombang krisis dan mempercepat penyebarannya ke
daerah ataunegara lain. Alasan lain adalah perkembangan pesat dari sektor
keuangan.Oleh karena itu, karena sistem keuangan yang terintegrasi, timbulnya gangguan
keuangan domestik di satu negara dapat mengakibatkan efek domino dengan cara
mengacaukan ekonomi terintegrasi lainnya yang mengarah kepada kekacauan
keuangan global. Krisis ekonomi yang terjadi di “Negara Adidaya”, Amerika
Serikat contohnya, yang telah menimbulkan efek yang signifikan tidak hanya pada
Negara Amerika Serikat itu sendiri, tetapi juga terhadap negara-negara lainnya.
Meskipun
sumber krisis dapat bervariasi, konsekuensi dari krisis keuangan selalu
dikaitkan dengan indikator makroekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi.Krisis ekonomi yang terjadi sekitar tahun 2008 di Amerika
Serikat, berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat serta
perlambatan pertumbuhan ekonomi negara lain, khususnya Indonesia. Krisis
ekonomi tersebut dipicu oleh adanya sistem perekonomian yang terlalu bebas. Amerika
Serikat, dibawah kepemimpinan presiden George Walter Bush dari partai Republik,
menganut sistem liberal yang benar-benar liberal, dengan membiarkan mekanisme
pasar mengatur perekonomian tanpa adanya campur tangan pemerintah.Karena
ketergantungan yang terlalu besar pada pasar, maka ketika pasar jatuh, ekonomi
negara pun ikut jatuh. Namun, ternyata yang menjadi pemicu utama terjadinya
krisis global tersebut ialahadanya
kemacetan kredit di sektor perumahan yang bermula pada maraknya kasus pemberian bonus oleh mereka yang mampu dan berhasil
meminjamkan dana besar-besaran ke sektor properti tanpa memepertimbangkan
kemampuan mengembalikan dana perusahaan atau pihak yang menerima pinjaman
tersebut. Akibatnya, dana besar telah banyak dikucurkan ke sektor perumahan. Namun
kenyataannya, pembangunan besar-besaran yang disertai dana besar itu tidak
disertai daya serap pasar sehingga tak laku jual dan akhirnya menimbulkan
kerugian dan tidak mampu mengembalikan pinjaman yang diterima.
Kerugian
yang terjadi di pasar perumahan (subprime mortgages) tersebut pada akhirnya
berimbas kepada sektor keuangan Amerika Serikat. Lembaga-lembaga keuangan
raksasa mulai berjatuhan akibat nilai investasi mereka yang menurun
drastis.Banyak diantara lembaga-lembaga keuangan yang sudah berusia lebih dari
seratus tahun harus meminta penyelamatan keuangan apabila tidak mau gulung
tikar.Perusahaan-perusahaan besar di
Amerika Serikat pun juga banyak yang terjerat hutang dan beresiko bangkrut.
Selain
itu, Kondisi bursa saham juga sangat memprihatinkan, sehingga menimbulkan efek
domino ke negara-negara lain di dunia, baik di Eropa, Asia, Australia maupun
Timur Tengah. Indeks harga saham di bursa global juga mengikuti keterpurukan
indeks harga saham di bursa AS, bahkan di Asia, termasuk Indonesia, indeks
harga saham menukik tajam melebihi penurunan indeks harga saham di AS sendiri.
Hal ini mengakibatkan kepanikan yang luar biasa bagi para investor, sehingga
sentimen negatif terus berkembang, yang mengakibatkan banyak harga saham dengan
fundamental yang bagus nilainya ikut tergerus tajam. Selain keadaan yang
memprihatinkan di lingkungan bursa saham, nilai tukar mata uang di berbagai
negara termasuk di Indonesia pun ikut melemah terhadap nilai tukar dolar AS.
Hal ini lebih dikarenakan kekhawatiran investor asing yang menarik kembali
investasinya dengan menukarkannya ke dalam dolar AS, sehingga mata uang lokal
menjadi tertekan dan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tulisan ini berusaha mendeskripsikan
secara sederhana gejolak global yang saat ini sedang marak dan menjadi sorotan
publik maupun pergunjingan para analis ekonomi di seantero dunia. Tulisan ini
akan mengurai secara sederhana tentang, krisis ekonomi Amerika Serikat, dan dampaknya
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
I.2
Tujuan :
Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut :
·
Agar dapat mengetahui
penyebab terjadinya krisis yang melanda Amerika Serikat, dan dampaknya terhadap
Negara-negara lainnya termasuk Indonesia
·
Agar dapat mengetahui
keadaan perekonomian Indonesia akibat adanya krisis yang menglobal tersebut
·
Agar dapat mengetahui
upaya apa saja yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisasi dampak krisis
global
I.3
Metode Penulisan
Dalam
pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode pustaka, yaitu mempelajari dan
mengumpulkan data/informasi dari berbagai sumber di internet. Kami memilih
metode ini karena kami anggap lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya,
seiring dengan banyaknya informasi yang tersedia di media online dan media
cetak yang mudah diakses.Sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai lebih
cepat, karena mudahnya akses untuk memperoleh informasi.
Selain
itu, penulis juga menggunakan metode diskusi, yaitu melalui tukar pikiran
dengan teman sekelompok maupun dengan teman di luar kelompok yang menguasai
materi yang akan kami bahas, yaitu “Pengaruh Krisis Global Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia”. Metode diskusi ini kami anggap perlu, karena tentu saja
kami tidak bisa langsung memasukkan data/informasi yang kami dapat ke dalam
makalah ini, tetapi perlu pembahasan dan pemilahan terlebih dahulu.Sehingga
informasi yang ada di dalam makalah ini nantinya sesuai dengan judul yang telah
dipilih.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ( Economic Growth )
adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang
dan jasa yang
diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam
jangka panjang.
Simon
Kuznet mendefenisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai “kemampuan
negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus meningkat bagi
penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini berdasarkan pada kemajuan teknologi dan
kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya”.
Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan
dengan kenaikan ”output perkapita”.Dalam pengertian ini teori tersebut harus
mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan
penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka
perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga
adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila
selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan
kecenderungan yang meningkat (Boediono, 1992)
II.2Teori Pertumbuhan
Karena tujuan dari makalah ini adalah
untuk mengetahui pengaruh krisis terhadap pertumbuhan ekonomi, makalah ini
perlu terlebih dahulu menjabarkan faktor-faktor pertumbuhan.Dengan demikian,
bagian ini memperkenalkan beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang dapat
diterapkan untuk tujuan makalah ini.Menurut pandangan neoklasik (misalnya
Solow, 1956), pertumbuhan didukung oleh akumulasi modal dengan “diminishing
rate” dalam jangka panjang. Sebagai konsekuensinya, negara akan mencapai
“steady-state” nya dalam jangka panjang, yaitu stagnasi pertumbuhan ekonomi.
Salah satu implikasi dari model pertumbuhan ini adalah bahwa negara-negara
terbelakang dengan ekonomi terbuka akhirnya dapat mengejar ketertinggalannya
dari negara-negara maju sebab modal mengalir dari negara maju ke negara
terbelakang sehingga dapat menawarkan keuntungan yang lebih tinggi atas
investasi.
Namun, pendapat ini bertolak belakang
dengan “new growth theory”, teori ini
menyatakan bahwa negara tidak selalu mengalami “steady-state” dalam jangka panjang.
Misalnya, sebuah penelitian oleh Lucas (1988) yang menganggap bahwa sumber daya
manusia sebagai variabel endogen pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa tidak
ada “diminishing return” pada kombinasi dari akumulasi sumber daya manusia dan
barang modal. Dengan kata lain ada pertumbuhan dalam jangka panjang. Teori lain
diajukan oleh Romer (1986), yang mendesak pentingnya ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Dia berpendapat bahwa
terdapat modal yang dibuat oleh
perusahaan yang pada gilirannya, menciptakan pengetahuan. Pengetahuan memicu
eksternalitas positif dan akan mencegah penyusutan pertumbuhan dalam jangka
panjang.
Dalam aplikasinya, sumber daya manusia
dan pengetahuan dapat diperoleh sampai batas tertentu perdagangan. Dalam
lingkup negara berkembang, negara maju akan mentransfer faktor-faktor dari
negara maju ke negara berkembang sehingga memperlancar kecepatan “General
Purpose Technology (GPT) dan memperkenalkan teknologi canggih dan ilmu
pengetahuan yang tidak ada di negara-negara berkembang. Dengan demikian,
negara-negara berkembang akan memanfaatkan faktor-faktor ini sebagai aset dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Singkatnya, bagian ini menunjukkan
bahwa berdasarkan pada teori pertumbuhan neoklasik, pendapatan awal merupakan
faktor penting pertumbuhan, karena negara-negara dengan pendapatan awal yang
relatif rendah akan tumbuh lebih cepat dan mengejar ketertinggalan dengan
negara-negara yang berpendapatan awal lebih tinggi. Lebih lanjut, hal itu juga
menunjukan bahwa modal bertindak sebagai mesin pertumbuhan dalam jangka pendek.
Sementara itu, teori-teori pertumbuhan baru menyatakan bahwa variabel
perdagangan juga penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dalam jangka panjang dengan menciptakan eksternalitas positif
melalui transfer pengetahuan.
BAB III
RUMUSAN MASALAH
Krisis
mempunyai pengertian yang luas, menurut Harberler krisis diartikan: “Penyimpangan
kegiatan ekonomi yang menyolok dan merupakan titik awal gerak kegiatan ekonomi
yang menurun/down-turn atau the upper turning point” (James Arthur Estey.1960:
65). Runtuhnya supremasi Amerika Serikat yang kini terancam resesi,
dimungkinkan akan berdampak terhadap ekonomi negara-negara lain di dunia.
Amerika adalah negara adi daya (super power) yang memiliki kekuatan ekonomi
terkuat di dunia, dan memberikan kontribusi sekitar 20 - 30% dari perputaran
ekonomi dunia.Ekonomi Amerika Serikat memiliki PDB (Pendapatan Domestik Bruto)
sebesar US $ 13, 1 triliun, setara 20% dari PDB dunia pada tahun 2007.PDB Amerika
Serikat naik pada kuartal ketiga sebesar 4,9%, bahkan masih memiliki daya beli
konsumen yang tinggi (IKK 90,6), ternyata tidak mampu menopang ekonominya
akibat krisis kredit pada pasar mortgage senilai US $ 1,8 triliun.
Sejak
awal Maret 2008, telah terjadi lonjakan angka kerugian yang dialami bank-bank
investasi dunia yang ditaksir mencapai US $ 160 miliar, dan diprediksikan masih
terus berlanjut dan berpotensi akan menembus US $ 300 miliar, bahkan perkiraan
para ahli moneter angka kerugian boleh mencapai lebih dari US $1 triliun. Dalam
laporan sidang International Monetary Fund (IMF) dan IBRD yang dihadiri menteri
keuangan dan Gubernur Bank Sentral 185 negara pada 12 – 13 April 2008, serta
pertemuan G 7 pada April 2008 di Washington, memastikan kerugian finansial
akibat krisis subprime mortgage Amerika mencapai hampir US $ 1 triliun
(Investor Daily, 9 April 2008). Angka yang sangat fantastis, tetapi jika
mengacu proyeksi kalkulasi yang tampak saat ini angka tersebut cukup realistis,
wajarlah jika terjadi kepanikan di
sektor keuangan dunia.
Krisis
yang semakin menghebat ini berawal dari kesalahan hitungan bankers di Amerika
Serikat dan bankers negara lain yang terlalu ekspansionis dalam menggelontorkan
kredit kepada sektor properti. Kenaikan suku bunga menjadi 5,25% menyebabkan
repayment pinjaman rumah lebih mahal, dan penunggakan pembayaran jumlah besar,
serta menjadi ancaman kredit macet.
Menurut
George Soros, krisis finansial saat ini adalah yang terburuk semenjak depresi
besar tahan 1929, dan krisis ini menuju pada titik nadir (paling rendah). Akar
krisis keuangan ini sudah tertanam semenjak dekade 1980-an, saat itu presiden
Ronald Reagen dan Perdana Menteri Margaret Thatcher mendamba laissez faire,
mazhab yang menjunjung pasar liberal (Bloomberg News, 3 April 2008). Kebijakan
ekonomi pasar bebas yang disertai pinjaman terakumulasi menumpuk sampai saat
ini. Ben S. Bernanke (Gubernur Bank Sentral/The Federal Reserve) Amerika
Serikat pada akhir tahun 2007 menyampaikan warning bahwa perekonomian Amerika
serikat akan melamban sebelum akhir tahun 2008, karena krisis kredit perumahan
mempersulit
sektor finansial, dan menurut IMF
turbulensi saat ini mencerminkan kerapuhan neraca keuangan dan lemahnya modal.
Post a Comment